24 April 2007

Astaghfirullahal Azhim!

Leave a Comment
Ya Allah, lengkap sudah derita bangsa ini! Musibah
seakan `kecanduan' untuk terus menggerus kita. Dari dasar laut
terjadi tsunami, di daratan terjadi gempa, gunung meletus, angin
puting beliung, banjir, tanah longsor. Merebaknya wabah penyakit,
demam berdarah, cikungunya, listofirosis, diare sampai kekurangan
pangan alias busung lapar.

Belum hilang duka dari rentetan musibah tersebut, kini bencana dari
alat-alat `rekayasa' manusia, kapal tenggelam, pesawat meledak,
kereta api terjungkal, tabrakan beruntun. Termasuk luapan "lumpur
panas" Lapindo yang tak jelas tanggung jawabnya, dan selusin musibah
lainnya.

Berbagai bencana, bentuk dan proses timbulnya sebenarnya `diundang'
oleh manusia dengan ragam dosa-dosa yang dilakukannya sendiri, Al-
Quran membuktikannya. Walaupun sebagian orang menghindar dari cara
pandang seperti ini. Tapi inilah duduk persoalan yang kini tengah
kita hadapi sesungguhnya.

Kaum Nabi Hud as. mendustakan Nabinya, maka mereka dibinasakan oleh
Allah, seperti disebutkan dalam surat As-Syu'ara': 139.

Kaum Nabi Shaleh as. angkuh, kafir, dan menyembelih unta mukjizat
yang tidak boleh diganggu, maka dilanda dahsyatnya bermacam-macam
azab, seperti disebutkan dalam surat Al-A'raaf: 77-79.

Kaum Nabi Nuh as. diazab, ditenggelamkan dengan banjir bandang
karena kekafiran mereka, hingga salah seorang anak Nabi Nuh sendiri
(bernama Kan'an) pun turut tenggelam karena keinkarannya, seperti
disebutkan dalam surat Huud : 41-44.

Kaum Nabi Luth as. terlibat praktek penyimpangan seksual –hubungan
sejenis– sehingga diazab Allah dengan hujan batu panas dan buminya
dibalik, seperti disebutkan dalam surat Huud: 82-84.

Kaum Nabi Syu'aib as. di Madyan penduduknya menjadi mayat-mayat yang
bergelimpangan akibat dihantam gempa karena telah meluasnya tindak
kecurangan dalam menakar dan menimbang, seperti disebutkan dalam
surat Al-A'raaf: 85-94.

Kaum "Tsamud" dihancurkan dengan petir, dan kaum `Ad dihancurkan
dengan angin dingin yang sangat kencang, seperti disebutkan dalam
surat Al-Haaqqah: 4-7.

Begitu pun Fir'aun dan kroni-kroninya dihujani bencana beruntun
dengan angin topan, belalang, kutu, kodok, dan darah. Bahkan sempat
meminta kepada Nabi Musa as. untuk didoakan agar dilepaskan dari
azab itu. Namun setelah bencana berlalu, mereka kembali kafir.
Bahkan sang Firaun memproklamirkan dirinya sebagai `Tuhan'. Maka
Allah tenggelamkan mereka di dasar laut Merah, seperti disebutkan
dalam surat Al-A'raaf: 133-136.

Kejadian di atas, hanya sebagian `dokumen bencana' yang terdapat di
dalam Al-Qur'an, masih banyak contoh lainnya. Belum cukupkah
peristiwa masa lalu itu sebagai pijakan introspeksi keimanan kita?
Bukankah kemaksiatan dan berbagai bentuk bencana yang menimpa kaum
terdahulu itu juga terjadi dan melanda bangsa kita, meski dalam
bentuk yang berbeda. Bukankah kita juga diselimuti ragam kemaksiatan
itu? Dari hari ke hari intensitasnya terus bertambah, menjalar ke
segenap sendi kehidupan.

Astaghfirullahal Azhim!

Astaghfirullahal Azhim!

Astaghfirullahal Azhim!

Alangkah indahnya jika kita bersama-sama memohon ampun kepada Allah.

Seharusnya kita mendekatkan diri kepada-Nya dengan melaksanakan
semua ajarannya, karena kita menyadari akan arti penghambaan kepada-
Nya.

0 Komen: